Cara Jitu Menjadi “Warga” KBBI

Khazanah kata bahasa Indonesia sungguh kaya dan beragam. Hingga saat ini lema atau entri yang terhimpun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring yang paling mutakhir berjumlah 114.665. Jumlah yang tidak sedikit. Namun, 90% dari jumlah tersebut ternyata merupakan serapan dari bahasa lain alias bukan “asli” Indonesia.

Bahasa yang hidup dan digunakan oleh masyarakat akan selalu memengaruhi dan dipengaruhi oleh bahasa lain. Saling memengaruhi seperti itu wajar dalam perjalanan hidup sebuah bahasa, bahkan menjadi salah satu faktor pemerkaya. Lebih dari tujuh puluh bahasa asing dan daerah yang sekarang “menghuni” KBBI menjadi sumber dan lumbung pengembangan dan pemerkayaan kosakata bahasa Indonesia. Bahasa Arab, Belanda, Sanskerta, Jawa, Sunda, Minang, Madura, Dayak Ngaju, Bali, Melayu dengan berbagai dialeknya, dan sebagainya menjadi pemerkaya bahasa Indonesia. Kosakatanya pun sah dianggap sebagai “warga” bahasa Indonesia.

Pengaruh bahasa asing terhadap bahasa Indonesia sudah berlangsung berabad-abad lamanya sejak bahasa Indonesia masih berstatus sebagai bahasa Melayu. Bahasa Arab yang sudah lebih dahulu memengaruhi bahasa Melayu menyumbang banyak kata dan istilah. Semua nama hari dalam satu minggu, kecuali Minggu, diambil dari bahasa Arab. Apalagi pengaruh bahasa Belanda yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Bahasa Sanskerta, Jawa, Sunda, Minang, termasuk bahasa-bahasa Dayak, menjalani laku serupa.

Pada mulanya aturan atau kaidah pengindonesiaan kata atau istilah yang berasal dari bahasa asing atau daerah belum terlalu mapan. Sebagai akibatnya pengindonesiaan kata asing berlangsung secara tidak beraturan. Namun, seiring dengan perkembangan bahasa Indonesia dan tuntutan kebakuannya, bahasa Indonesia telah memiliki ketentuan umum yang berkaitan dengan kata atau istilah serapan. Salah satunya ialah penyesuaian ejaan. Penyerapan dilakukan dengan menyesuaikan ejaan kata asing agar selaras dengan ejaan bahasa Indonesia. Hasil yang diharapkan ialah kata serapan tidak berbeda jauh dari kata aslinya. Hal itu memudahkan dalam sosialisasi kata serapan tersebut. Sebagai contoh, kata design dan risk yang berasal dari bahasa Inggris disesuaikan ejaannya menjadi desain dan risiko.

Selain masalah penyesuaian ejaan, pengindonesiaan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia wajib memperhatikan beberapa persyaratan lain. Kriteria yang harus dimiliki bahasa asing untuk menjadi “warga” KBBI ialah unik, eufonik, seturut dengan kaidah bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif, dan kerap dipakai. Penjelasan tentang kriteria tersebut terurai di bawah ini.

  1. Unik

Kata yang diusulkan, baik berasal dari bahasa daerah maupun bahasa asing, memiliki keunikan makna yang belum ada dalam bahasa Indonesia.

  1. Eufonik

Kata yang diusulkan tidak mengandung bunyi yang tidak lazim dalam bahasa Indonesia atau dengan kata lain sesuai dengan kaidah fonologi bahasa Indonesia, mudah dilafalkan, dan enak didengar.

  1. Seturut dengan kaidah bahasa Indonesia

Kata tersebut dapat membentuk kata lain sesuai dengan kaidah pembentukan kata dalam bahasa Indonesia, seperti pengimbuhan dan pemajemukan.

  1. Tidak berkonotasi negatif

Kata yang memiliki konotasi negatif tidak dianjurkan masuk karena kemungkinan tidak diterima oleh beberapa kalangan.

  1. Kerap dipakai

Kekerapan pemakaian sebuah kata diukur menggunakan frekuensi (frequence) dan julat (range). Frekuensi adalah kekerapan kemunculan sebuah kata dalam korpus, sedangkan julat adalah ketersebaran kemunculan kata tersebut di beberapa wilayah.

Pengguna KBBI dapat mengidentifikasi dan menelusuri asal-usul suatu kata dengan menggunakan dua cara, yaitu (1) melihat label yang ditulis di antara lema dan kelas kata dan (2) melihat informasi asal bahasa yang ada di dalam definisi. Bahkan, seiring dengan perkembangan bahasa dan tuntutan penggunanya, saat ini pengguna KBBI dapat pula mengusulkan secara daring kata atau istilah yang berasal dari bahasa daerah atau bahasa asing.

Sumber

Sriyanto. 2014. Seri Penyuluhan Bahasa Indonesia “Ejaan”. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *