“Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”
Tan Malaka
Generasi muda merupakan peletak tonggak peradaban sebuah bangsa, khususnya bangsa Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan momentum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Para pemuda dari seluruh nusantara dengan segala perbedaan bahasa, suku, dan budaya, berkumpul menyatukan suara dalam satu ikrar, yaitu Sumpah Pemuda.
Sebuah ramalan dari buku bertajuk One Man’s View of the World, menyatakan bahwa bangsa Indonesia akan terpecah belah. Sejak tahun 1960-an hingga sekarang, ramalan itu tidak pernah terbukti. Bahkan, seorang mantan Perdana Menteri Singapura mengakui bahwa ada satu warisan dari para aktivis Indonesia terdahulu yang perannya sangat vital bagi keutuhan bangsa Indonesia, yaitu bahasa Indonesia (Mahsun, 2015). Oleh karena itu, sepatutnya generasi muda berbangga dan merawat warisan bangsa dengan memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan negara Indonesia yang maju.
Tahun 2045 mendatang merupakan momentum bersejarah. Indonesia akan genap berusia 100 tahun atau satu abad. Selain itu, menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Indonesia akan mendapatkan bonus demografi berupa 70% penduduk usia produktif dan 30% sisanya usia tidak produktif. Oleh karena itu, jika bonus demografi tersebut dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan cara memaksimalkan produktivitas generasi muda, posisi Indonesia akan semakin kuat di mata dunia. Namun, jika generasi muda tidak mampu mempersiapkan diri dan tidak berdaya saing tinggi, bonus demografi justru akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia.
Generasi Emas 2045 merupakan sebuah wacana, dan gagasan dalam rangka mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten, dan berdaya saing tinggi. Diseminasi gagasan itu gencar dilakukan untuk menginspirasi generasi muda agar lebih bersemangat dalam belajar dan berkarya di segala bidang. Pada momentum satu abad kelak Indonesia ditargetkan sudah menjadi negara maju dan sejajar dengan negara adidaya lainnya. Hal itu dapat diwujudkan jika generasi muda memiliki kompetensi, kreativitas, dan inovasi yang tinggi.
Kemajuan suatu bangsa juga dapat dilihat dari rasa nasionalisme generasi muda pada bangsa mereka sendiri sebagai bentuk manifestasi identitas dan budaya, termasuk bahasa dan sastra. Namun, setakat ini pengaruh globalisasi sedikit demi sedikit mengikis akar budaya bangsa. Salah satunya adalah kemunduran penggunaan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik, seperti penamaan bangunan dan kawasan. Fenomena itu menunjukkan bahwa superioritas bahasa asing lebih tinggi daripada bahasa Indonesia.
Minimnya rasa nasionalisme generasi muda juga dapat dilihat dari fenomena xenomania atau kesukaan yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang berasal dari luar negeri, baik bahasa, sastra, maupun budaya. Fenomena itu sedikit banyak berpengaruh pada pergeseran identitas dan budaya generasi muda bangsa Indonesia.
Munculnya istilah-istilah asing tidak jadi masalah jika (bahasa) Indonesia tanggap dalam menanggapi hal itu. Beberapa istilah asing sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Bahkan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sudah tersedia dalam bentuk digital dan dapat diakses oleh berbagai kalangan untuk mempermudah pencarian kosakata bahasa Indonesia. Upaya itu juga diperkuat dengan beberapa regulasi yang dibuat oleh pemangku kebijakan dalam pengutamaan bahasa Indonesia di berbagai ranah, seperti ruang publik, naskah dinas, lembaga pendidikan, lembaga usaha, dan organisasi atau badan hukum.
Di sisi lain, bahasa daerah di Indonesia juga mengalami kemunduran. Menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI, Indonesia memiliki 718 bahasa daerah dan 11 diantaranya telah punah. Kemunduran bahasa dan sastra daerah turut pula memperparah kondisi kebahasaan dan kesastraan di Indonesia.
Beberapa regulasi dan kebijakan telah dibuat sebagai tanggapan dari fenomena kemunduran bahasa dan sastra daerah tersebut. Hal itu dilakukan untuk menekan angka laju kemunduran bahasa dan sastra daerah. Kebijakan revitalisasi bahasa daerah juga telah dicanangkan dalam bentuk Merdeka Belajar Episode XVII: Revitalisasi Bahasa Daerah. Bahasa daerah yang vitalitasnya tergolong rentan atau cenderung rentan, pendekatan revitalisasinya dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah. Adapun bahasa daerah yang mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis, pendekatan revitalisasinya dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas agar seiring sejalan dengan keperluan praktis dan sosial para penutur bahasa itu.
Beberapa regulasi dan kebijakan tentang bahasa dan sastra Indonesia dan daerah tentu menghadapi berbagai tantangan dalam penerapannya. Salah satunya ialah adanya istilah asing yang sukar diungkapkan dan dipadankan dalam bahasa Indonesia. Hal itu membuat penutur memilih menggunakan kosakata asing daripada Indonesia. Selain itu, ada juga beberapa padanan kata yang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas sehingga penutur cenderung menggunakan istilah asing untuk memudahkan komunikasi. Sama halnya kebijakan tentang bahasa daerah yang juga mengalami beberapa tantangan. Faktor yang menjadi penyebab menurunnya vitalitas bahasa daerah, yaitu sikap penutur jati, perkawinan campuran, migrasi, dan globalisasi, menjadi beberapa contoh tantangan yang dimaksud.
Di tangan generasi mudalah letak nasib suatu bangsa, termasuk bahasa dan sastranya. Di tangan merekalah eksistensi nasionalisme itu berada. Walaupun berjiwa kompetitif, kreatif, dan inovatif, jika tidak mempunyai rasa nasionalisme terhadap bangsa, generasi muda akan kehilangan identitas dan akar budayanya. Hilangnya identitas dan budaya bangsa akan berpengaruh pada eksistensi Indonesia di kancah internasional hingga lambat laun akan tergerus oleh budaya asing.
Duta Bahasa merupakan wadah untuk membina generasi muda agar senantiasa melindungi bahasa dan sastra yang seyogianya menjadi wujud nyata identitas dan budaya bangsa. Bangsa Indonesia mempunyai beragam bahasa, suku, dan budaya, hingga disatukan oleh bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Generasi muda zaman sekarang tidak lagi berjuang untuk melawan kolonialisme, tetapi memelihara dan mempertahankan keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Duta Bahasa di bawah koordinasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa berupaya untuk mengampanyekan Trigatra Bangun Bahasa, utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing, yang merupakan sebuah gagasan sebagai bentuk respons dan tanggapan dari permasalahan bahasa dan sastra di Indonesia. Hal itu dilakukan agar bahasa Indonesia tetap dijunjung dan diutamakan, vitalitas dan kelestarian bahasa daerah terjaga, dan bahasa asing tetap dapat dipelajari agar mampu bersaing di kancah internasional.
Duta Bahasa Kalimantan Tengah di bawah koordinasi Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah juga telah berupaya mengampanyekan Trigatra Bangun Bahasa melalui program dan kegiatan sebagai abdi bahasa, jaga bahasa, dan niaga bahasa. Sebagai abdi bahasa, Duta Bahasa melaksanakan beberapa kegiatan sebagai upaya penguatan literasi, seperti pelatihan meresensi buku. Penguatan literasi dapat dilakukan melalui kegiatan meresensi buku bacaan yang banyak digemari. Implementasi krida Duta Bahasa itu akan dilakukan secara berkelanjutan agar budaya literasi dapat disemai terus-menerus hingga menumbuhkan kecintaan generasi muda pada membaca.
Duta Bahasa Kalimantan Tengah juga melaksanakan kegiatan dengan menggerakkan para generasi muda untuk bersama-sama berkontribusi dalam merevitalisasi bahasa daerah di Kalimantan Tengah, yaitu dengan melakukan kampanye bahasa daerah. Melalui kegiatan itu, generasi muda mendapatkan pengetahuan tentang regulasi dan kebijakan yang terkait dengan bahasa daerah, kondisi kebahasaan di Kalimantan Tengah, kamus bahasa daerah, bahan bacaan berbahasa daerah, hingga menampilkan minat dan bakat dalam bahasa dan sastra daerah. Kegiatan itu dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta generasi muda terhadap bahasa dan sastra daerah dan berperan aktif untuk melestarikannya.
Selain itu, Duta Bahasa Kalimantan Tengah juga melaksanakan tugas niaga bahasa yang diwujudkan melalui program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) yang diwujudkan dalam krida Duta Bahasa. Belajar Bahasa Indonesia dari Kalimantan Tengah (Bajenta) merupakan sebuah modul dan bahan ajar BIPA interaktif yang juga diperkaya dengan materi kebudayaan dan kearifan lokal Kalimantan Tengah. Melalui krida Duta Bahasa itu, bahasa dan sastra Indonesia dan daerah dapat dikenalkan ke kancah internasional agar tetap eksis di tengah arus globalisasi.
Dalam konteks yang lebih luas, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah membuat beberapa program sebagai upaya pengutamaan bahasa Indonesia, pelindungan bahasa dan sastra daerah, dan internasionalisasi bahasa Indonesia. Namun, diperlukan adanya kerja sama antara pemangku kebijakan, pemegang program, pelaksana program, komunitas dan masyarakat agar semua program tersebut berjalan dengan baik. Jika semua pihak mampu bekerja sama dengan baik, dapat dipastikan posisi bahasa dan sastra Indonesia dan daerah sebagai identitas dan budaya bangsa Indonesia terus terjaga. Duta Bahasa Kalimantan Tengah akan terus berupaya mengampanyekan Trigatra Bangun Bahasa melalui implementasi krida Duta Bahasa sebagai abdi bahasa, jaga bahasa, dan niaga bahasa sebagai bentuk kontribusi nyata.
Dengan demikian, Generasi Emas 2045 dapat diwujudkan dengan mempersiapkan generasi muda yang berkualitas, berdaya saing, dan mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi. Sembari mempersiapkan kualitas generasi muda untuk mewujudkan gagasan tersebut, rasa nasionalisme generasi muda melalui literasi bahasa dan sastra harus diwujudkan. Oleh karena itu, mari bersama-sama wujudkan Generasi emas 2045 melalui Trigatra Bangun Bahasa untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.
Salam literasi!