BAB I PENDAHULUAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang kemudian diperbaharui dengan Permendikbud Nomor 078 Tahun 2015, disebutkan bahwa Balai Bahasa adalah unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang kebahasaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala   Badan  Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Selanjutnya pada tahun 2016 terbit Permendikbud Nomor 63 Tahun 2016 tentang Tugas Balai Bahasa yang terdiri dari tugas teknis dan adminstratif yang mempertegas tentang kinerja yang seharusnya dipenuhi oleh Balai Bahasa Kalimantan Tengah. Oleh karena itu, renstra Balai Bahasa Kalimantan Tengah 2015–2019 harus mengacu dan bahkan merupakan penjabaran visi dan misi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang tertuang dalam Renstra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2015—2019.

Visi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2019 adalah terwujudnya insan yang berkarakter dan jati diri bangsa melalui bahasa dan sastra Indonesia. Visi tersebut dimaknai sebagai upaya Badan Bahasa dalam mendukung visi kementerian dalam membentuk insan pendidikan dan kebudayaan. Insan berkarakter dan berjati diri yang dimaksud dalam visi tersebut dimaknai sebagai insan yang memiliki karakter keindonesiaan dalam setiap bentuk kecerdasan yang diperoleh, di antaranya kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan kinestetis. Sarana yang dikembangkan dan dibina dalam rangka mendukung  visi  tersebut adalah bahasa  dan sastra.

Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan misi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2019 sebagai berikut.

  • meningkatkan mutu kebahasaan dan pemakaiannya;
  • meningkatkan keterlibatan peran bahasa dan sastra dalam membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan; dan
  • meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra.
  • Meningkatkan peran aktif diplomasi dalam internasionalisasi kebahasaan.

Di satu sisi, seperti telah dijelaskan di dalam Renstra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa 2015–2019 bahwa untuk menghadapi situasi kebahasaan yang kompleks secara nasional diperlukan adanya suatu garis kebijakan yang dapat mengatur dengan cermat, tepat, dan arif bijaksana. Oleh sebab itu, di sisi lain, untuk menghadapi situasi kebahasaan yang kompleks di daerah –dalam hal ini Kalimantan Tengah– diperlukan pula garis kebijakan yang sejalan, bahkan sama. Dalam kaitan itulah, sebagai suatu garis kebijakan kebahasaan (dan kesastraan) di Kalimantan Tengah, Renstra Balai Bahasa Kalimantan Tengah 2015–2019 ini perlu disusun dan/atau ditetapkan.

 

1.2 Landasan Hukum

Landasan hukum Renstra Balai Bahasa Kalimantan Tengah tahun 2015—2019 adalah sebagai berikut.

  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  • Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
  • Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005—2025.
  • Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009  tentang  Bendera,  Bahasa,  dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang  Rencana  Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Layanan Keuangan dan Kinerja.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan  atas Peraturan Pemerintah Nomor 6/2006 tentang Pengelolaan BMN/Daerah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.
  • Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Organisasi
  • Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015.
  • Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara.
  • Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2014—2019.
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan  dan Kebudayaan  Nomor  21 Tahun  2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa.
  • Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Nomor  078 Tahun  2015 tentang Perubahan atas Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa.
  • Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kewajiban Pencantuman Label Berbahasa Indonesia pada Baran
  • Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Nomor  11 Tahun  2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.
  • Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 152 Tahun 2003 tentang Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia.

 

1.3 Prinsip Dasar Pembangunan Kebahasaan dan Kesastraan

Rencana Strategis Balai Bahasa Kalimantan Tengah Tahun 2015—2019 disusun berdasarkan beberapa prinsip dasar pembangunan kebahasaan dan kesastraan sebagaimana tercantum dalam Renstra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Beberapa prinsip dasar itu, di antaranya, sebagai berikut.

  1. 1. Bahasa sebagai Sarana Berpikir dan Pencerdasan

Bahasa di antaranya merupakan simbol bermakna yang digunakan untuk berperilaku, misalnya untuk berbicara, menyimak, menulis, dan membaca. Perilaku berbahasa itu bukan merupakan kegiatan mekanis atau fisik, melainkan mempunyai hubungan yang erat dengan proses berpikir, merasa, dan berimajinasi, yaitu kegiatan yang bertautan dengan makna, bukan dengan benda-benda hampa semata. Dengan menggunakan bahasa, seseorang membatasi makna sesuatu, menyusun makna tertentu, yang sangat penting bagi kehidupan intelektual, dan dapat pula menggunakan makna-makna itu dalam konteks dan situasi yang baru. Cara berpikir seseorang tercermin dalam bahasa yang digunakannya. Jika cara berpikir seseorang itu teratur, bahasa yang digunakannya pun teratur pula.

  1. 2. Bahasa sebagai Pengantar Pendidikan

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 33 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Sementara, bahasa daerah yang tersebar di seluruh desa di Indonesia –tidak terkecuali di Kalimantan Tengah– dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikan. Selain itu, bahasa  asing  dapat  pula digunakan  sebagai  bahasa  pengantar  pada  satuan pendidikan tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik. Pola penggunaan bahasa dalam dunia pendidikan tersebut merupakan cara pandang dalam rangka mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa Indonesia dan daerah serta memfasilitasi warga negara dalam menguasai bahasa asing. Untuk itu, seluruh elemen ekosistem pendidikan berkepentingan dalam penempatan penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing secara proposional.

  1. 3. Bahasa sebagai Pembentuk Karakter

Dengan bahasa, manusia menyimpan nilai-nilai budaya, bahkan yang berasal dari masa lalu yang jauh, nilai yang telah teruji dalam perjalanan waktu, baik yang bersifat umum maupun yang khas berupa pandangan hidup. Semua itu dimungkinkan oleh simbol-simbol dalam bahasa yang merumuskan makna tertentu dan memelihara makna itu bagi penggunaannya di masa yang kemudian. Tersusunlah perbendaharaan makna yang menjadi keperluan bagi terselenggaranya kehidupan intetektual. Dengan bahasa manusia merekonstruksi pengalaman yang sedang dijalani dalam suatu susunan yang terpahami. Simbol-simbol dalam bahasa itu bukan saja menyajikan makna yang dialami oleh perseorangan, melainkan juga menyajikan susunan makna yang terdapat dalam berinteraksi dengan yang lain dalam masyarakat sehingga tercipta kesatuan nilai, misalnya nilai yang berkait dengan dunia fisik, sosial, moral, estetika, religius, dan sejenisnya. Dengan  bahasa pula,  manusia  menyongsong  masa  depan  dengan membuat rencana untuk mengubah diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial manusia melibatkan bahasa saat berinteraksi dengan sesamanya. Melalui bahasa dapat diketahui budaya dan pola pikir masyarakat. Karakter seseorang tampak dari perilaku bahasanya.

  1. 4. Bahasa sebagai Kebanggaan dan Citra Diri

Kebanggaan terhadap penggunaan bahasa Indonesia dalam masyarakat akan mendukung citra diri karena bahasa memiliki fungsi sebagai (1) simbol budaya dan nilai, (2) simbol artikulasi (3) sarana eksplorasi etika dan estetika, (4) sarana eksplorasi keindahan alam dan geografis, dan (5) bentuk kecintaan hubungan antaranusia (antarsuku, dan sejenisnya). Oleh sebab itu, dalam kaitannya dengan bangsa Indonesia, bahasa Indonesia sangat menentukan citra bangsa Indonesia; dan bahasa daerah sangat menentukan citra suku-suku bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 5. Bahasa sebagai Sarana Pemersatu

Bahasa persatuan dan bahasa negara itu sekaligus mencerminkan status atau kedudukan yang dimiliki bahasa Indonesia.  Sebagai bahasa  persatuan atau bahasa nasional, bahasa Indonesia, berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa,  dan sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah. Sementara, bahasa daerah berfungsi, antara lain, sebagai pembentuk kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan, dan sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan  budaya daerah dalam bingkai keindonesiaan.

  1. 6. Bahasa sebagai Sarana Ekspresi

Sebagai sarana ekspresi, bahasa berguna untuk mengaktualkan kehendak, ide, dan pendapat. Sebagai misal, bahasa sebagai ekspresi keunggulan, keanekaragaman seni dan budaya, dan nilai-nilai serta norma-norma masyarakat. Bahasa pula yang mampu membangun kelenturan atau kerukunan antarumat beragama. Bahasa juga menjadi sarana ekspresi sastra.

 

1.4 Kondisi Umum

Di dalam Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Bahasa di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang kemudian diperbaharui dengan Permendikbud Nomor 078 Tahun 2015, disebutkan bahwa Balai Bahasa berkedudukan sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang kebahasaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa; dan Balai Bahasa dipimpin oleh seorang kepala (Pasal 1). Struktur (bagan) organisasi Balai Bahasa adalah sebagai berikut.

 

Gambar 1.1

BAGAN ORGANISASI BALAI BAHASA

(Sesuai Permendikbud Nomor 21 Tahun 2012)

 

KEPALA
SUBBAGIAN TATA USAHA
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

 

 

Sementara, dalam upaya memperjelas pembagian tugas dan pelaksanaan program/kegiatannya, secara internal Balai Bahasa Kalimantan Tengah menyusun struktur seperti berikut.

 

Gambar 1.2

STRUKTUR ORGANISASI PETA JABATAN BALAI BAHASA KALIMANTAN TENGAH

 

Di dalam Permendikbud tersebut juga disebutkan bahwa Balai Bahasa, termasuk di dalamnya Balai Bahasa Kalimantan Tengah, bertugas melaksanakan pengkajian dan pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia di provinsi wilayah kerjanya (Kalimantan Tengah).

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Bahasa Kalimantan Tengah menyelenggarakan tugas sesuai Permendikbud Nomor 63 Tahun 2016 sebagai berikut:

  • melaksanakan penyusunan program kerja Balai Bahasa;
  • melaksanakan pengkajian bahasa dan sastra;
  • melaksanakan pemetaan bahasa dan sastra;
  • melaksanakan pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia;
  • melaksanakan fasilitasi pelaksanaan pengkajian bahasa dan sastra;
  • melaksanakan fasilitasi pemasyarakatan bahasa dan sastra Indonesia;
  • melaksanakan pemberian layanan informasi dan publikasi kebahasaan dan kesastraan;
  • melaksanakan kerja sama dan hubungan masyarakat dan bidang kebahasaan dan kesastraan;
  • melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengkajian, pemasyarakatan, dan kerja sama di bidang kebahasaan dan kesastraan;
  • melaksanakan urusan perencanaan, keuangan, kepegawaian, ketatalaksanaan, persuratan, dan kearsipan, barang milik negara, dan kerumahtanggaan Balai Bahasa
  • melaksanakan penyimpanan dan pemeliharaan dokumen Balai Bahasa;
  • melaksanakan penyusunan laporan Balai Bahasa.

 

Capaian Pembangunan Kebahasaan/Kesastraan 20102014

Dalam rentang tahun 2010—2014, capaian Balai Bahasa Kalimantan Tengah dalam pembangunan bidang kebahasaan dan kesastraan adalah sebagai berikut.

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

(Outcame)

Target Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014
Layanan Perpustakaan Terlaksananya pelayanan perpustakaan 300 orang 350 orang 450 0rang
Layanan Informasi Terlaksananya layanan informasi kebahasaan dan kesastraan dimedia cetak dan media elektronik 1 terbitan 3 terbitan 5

terbitan

5 terbitan

 

 

Sasaran Strategis Indikator Kinerja

(Outcame)

Target Kinerja
2010 2011 2012 2013 2014
Mitra kerja sama bidang kebahasaan dan kesastraan Terlaksananya koordinasi mitra kerjasama bidang kebahasaan dan kesastraan dengan dengan peme-rintah daerah dan terwujudnya MOU dengan 5 kabupaten/kota 4 lembaga 2 lembaga 2 lembaga 3 lembaga 3 lembaga
Dokumen pengembangan dan pelindungan bahasa dan sastra di daerah Terlaksananya penyusunan dokumen pengkajian, pelindungan bahasa dan sastra,dan penyusunan kamus dan pengembangan istilah di daerah 5

naskah

10

naskah

7

naskah

10 naskah 5

naskah

Mutu Pengguna/ Penggunaan Bahasa dan Mutu Apresiasi Masyarakat terhadap sastra di daerah Meningkatnya mutu pengguna/ penggunaan bahasa dan Mutu apresiasi masyarakat terhadap sastra di daerah 80

orang

612 orang 445 orang 1.292 orang 1.131 orang

 

 

1.5 Potensi dan Permasalahan

 

1.5.1 Potensi: Analisis Lingkungan Strategis

Kondisi lingkungan strategis, khususnya di Kalimantan Tengah, dapat dipertimbangkan sebagai bagian penting dalam penyusunan Renstra Balai Bahasa. Beberapa aspek lingkungan strategis yang dipertimbangkan itu, di antaranya, sebagai berikut.

  1. Bahasa dan Jati Diri

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai-nilai menghargai keragaman, berakhlak mulia, bermoral, beretika, dan bergotong-royong. Nilai-nilai itu hidup dalam keseharian baik personal maupun komunal. Sementara, bahasa merupakan salah satu unsur penting dalam kaitannya dengan jati diri; dalam arti seseorang dikenal identitasnya karena bahasa yang digunakannya. Oleh karena itu, bahasa Indonesia merupakan pembentuk identitas bangsa Indonesia, sedangkan bahasa daerah merupakan pembentuk identitas daerah. Dalam hubungannya dengan itu, jelas bahwa di Kalimantan Tengah, bahasa Indonesia menjadi sangat penting artinya karena –sebagai kota pelajar, budaya, dan wisata– wilayah ini menjadi daerah tujuan (kunjungan) bagi beragam suku (bangsa) yang berlatar belakang bahasa yang berbeda-beda. Sementara, di Kalimantan Tengah, bahasa daerah (Dayak) juga masih menjadi bahasa yang hidup dan berkembang serta menjadi sarana komunikasi dalam konteks kedaerahan (Dayak).

 

  1. b. Bahasa dan Pembangunan Karakter

Bahasa dan sastra berperan penting dalam pembangunan karakter. Dikatakan demikian karena pada dasarnya perilaku atau karakter manusia (seseorang) antara lain dapat diidentifikasi melalui bahasa yang digunakannya. Penggunaan bahasa yang santun dan menghormat menunjukkan bahwa penggunanya memiliki sikap santun  dan menghargai orang lain. Sementara, bahasa yang digunakan dengan baik sebagai media ekspresi, misalnya dalam bentuk slogan, imbauan, peribahasa, atau karya sastra, juga akan berpengaruh baik pada para pembacanya. Itulah sebabnya, bahasa dan sastra, baik Indonesia maupun daerah (Dayak), perlu dikelola dengan baik di Indonesia, tidak terkecuali di Kalimantan Tengah, dalam kerangka pembangunan karakter manusia.

 

  1. c. Bahasa dan Lembaga Kebahasaan

Di dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 (pasal 41 dan 42) diamanatkan bahwa pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa Indonesia menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan pengembangan, pembinaan, dan pelestarian bahasa daerah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Sebelum itu juga telah ada Permendagri Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan (pasal 2) bahwa Kepala Daerah bertugas melaksanakan pelestarian dan pengutamaan penggunaan bahasa Negara di daerah dan pelestarian dan pengembangan bahasa daerah sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk kosakata bahasa Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, di Kalimantan Tengah telah ada lembaga (resmi) yang bertugas melakukan amanat UU dan Permen tersebut. Di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Peprov Kalimantan Tengah terdapat seksi bahasa dan sastra. Sementara, di wilayah ini juga ada UPT Kemendikbud yakni Balai Bahasa Kalimantan Tengah. Kedua lembaga ini dapat saling bekerja sama dalam hal penanganan bahasa dan sastra. Selain itu, di Kalimantan Tengah juga terdapat berbagai perguruan tinggi yang memiliki Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah (UPR, Unmuh,Unkrip, dan PGRI).

 

1.5.2 Permasalahan dan Tantangan 2015—2019

  1. Permasalahan

Dalam Rentra Kemendikbud (2015) telah diuraikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan bidang kebahasaan. Permasalahan tersebut, antara lain, (1) rendahnya kemahiran membaca (reading skill) dalam pengukuran PISA-OECD tahun 2012; (2) rendahnya nilai UN bahasa Indonesia; dan (3) rendahnya jumlah penutur muda bahasa daerah.

Sementara itu, beberapa permasalahan lain di bidang kebahasaan yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut, termasuk oleh Kalimantan Tengah, adalah sebagai berikut.

1) Belum terstandarnya kemahiran berbahasa Indonesia pendidik dan tenaga kependidikan.

2) Masih ada sebagian masyarakat Kalimantan Tengah yang belum mampu berbahasa Indonesia.

3) Masih ada sebagian masyarakat yang belum bersikap positif terhadap bahasa Indonesia akibat penetrasi budaya asing; dan ini tampak pada penggunaan bahasa di media dan ruang-ruang publik.

4) Semakin berkurangnya penutur muda bahasa dan sastra daerah (Dayak).

5) Terbatasnya akses masyarakat terhadap layanan kebahasaan dan kesastraan.

6)  Terbatasnya keterlibatan publik dalam penanganan kebahasaan.

7) Belum memadainya sarana dan prasarana layanan kebahasaan dan kesastraan di daerah.

  1. b. Tantangan

Beberapa permasalahan di atas dapat dinyatakan sebagai tantangan yang harus diatasi. Berikut antara lain beberapa langkah yang akan dan harus dilakukan.

 

1)  Penguatan ekosistem pendidikan dengan wujud sebagai berikut.

  1. Menciptakan suasana sekolah yang mengutamakan penggunaan bahasa dan sastra Indonesia;
  2. Meningkatkan kompetensi dan kemahiran guru dalam berbahasa Indonesia;
  3. Mendorong orang tua agar terlibat aktif dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dan daerah (Dayak);
  4. Menumbuhkembangkan masyarakat yang peduli dengan bahasa Indonesia dan daerah (Dayak);
  5. Melibatkan dunia industri dalam hal pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia;
  6. Mendukung peran organisasi profesi untuk peduli pada upaya penggunaan bahasa Indonesia;
  7. Mengoptimalkan peran pemerintah dalam pemartabatan bahasa dan sastra Indonesia; dan
  8. Menggali kekayaan bahasa dan sastra lokal (Dayak) dalam kerangka kebhinekaan dan keindonesiaan.

 

2) Harmonisasi antara bahasa nasional dan bahasa daerah

Dalam hal bahasa di Indonesia, bahasa Indonesia dan bahasa daerah sama-sama memperoleh peluang untuk dilakukan pengembangan, pembinaan, dan pelestarian. Akan tetapi, fakta menunjukkan bahwa bahasa yang lebih besar akan lebih kuat pengaruhnya sehingga bahasa yang kecil kian terdesak. Oleh karena itu, tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana cara dan strategi penanganan keduanya agar bahasa Indonesia dan bahasa daerah tetap berkembang bersamaan. Sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, bahasa Indonesia tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya; dan sebagai salah satu kekayaan bangsa, bahasa dan sastra daerah pun tetap memenuhi fungsi dan kedudukannya dalam kerangka ke-Bhineka-an Indonesia.

 

3) Penguatan karakter dan jati diri

Dalam hubungan ini, pertanyaan yang sekaligus menjadi tantangan adalah bagaimana pemahaman terhadap nilai-nilai luhur bahasa dan sastra menjadi landasan untuk memperkuat kehidupan yang harmonis. Bagaimana meningkatkan kesadaran dan/atau pemahaman masyarakat terhadap pentingnya bahasa, adat, tradisi, nilai sejarah, dan kearifan lokal yang positif sebagai perekat persatuan bangsa, serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengadopsi budaya global yang positif dan produktif.  Relevan  dengan  semua  ini  adalah  apa  yang  disebut  revolusi mental sebagai bentuk strategi kebudayaan. Kebudayaan Indonesia harus dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh persatuan bangsa, meningkatkan pemahaman tentang nilai-nilai kesejarahan dan wawasan kebangsaan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, yang tidak kalah penting ialah bagaimana meningkatkan pendidikan (sekaligus pembangunan) karakter, juga mengoptimalkan pendidikan agama, sosial, dan budaya sebagai wadah pembentukan karakter bangsa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *