Rajawi: Implementasi Peran Duta Bahasa dalam Pelindungan Bahasa dan Sastra Daerah di Kalimantan Tengah

“Seribu orang tua hanya bisa bermimpi, namun satu orang pemuda bisa mengubah dunia”. Presiden I Republik Indonesia, Soekarno, dengan semangat menggelora pernah menyatakan hal itu. Begitu besar keyakinan Bung Karno akan kekuatan pemuda. Keyakinannya bukan tanpa alasan. Saat menilik sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bahkan hingga kini, pemuda selalu hadir dalam setiap momen yang penting dan genting. Budi Utomo pada 1908, Sumpah Pemuda pada 1928, proklamasi kemerdekaan pada 1945, dan gerakan reformasi pada 1998 merupakan beberapa contoh momen yang semuanya melibatkan pemuda.

Sejarah pergerakan pemuda di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Pemuda dari seluruh nusantara berkumpul dan berikrar satu nusa, satu bangsa, dan menjunjung satu bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Pemikiran-pemikiran visioner dan perjuangan para pemuda pada masa tersebut pada akhirnya membantu membawa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Bagaimana jika Sumpah Pemuda tidak pernah ada? 

Indonesia memiliki 1 bahasa persatuan dan 718 bahasa daerah. Butir ketiga Sumpah Pemuda, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia, merupakan satu jalan utama dalam menciptakan persatuan atas berbagai perbedaan dalam hal bahasa. Sejak saat itu, bahasa Indonesia menjadi penyatu kebinekaan masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, bahasa, dan budaya. Bahasa Indonesia kemudian dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. 

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menetapkan Trigatra Bangun Bahasa, yaitu utamakan penggunaan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. Dengan adanya trigatra itu, selain bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional, bahasa daerah dan bahasa asing juga menjadi perhatian dan prioritas. Namun, pada kenyataannya ranah penggunaan ketiga bahasa itu tidak cukup mantap, bahkan cenderung goyah. Generasi muda yang lebih bangga saat berbahasa asing, bahasa daerah yang tidak lagi digunakan secara aktif, dan banyaknya kekurangtepatan dalam penggunaan bahasa Indonesia merupakan beberapa contoh bentuk ketidakmantapan yang terjadi. Hal itu tentu tidak untuk dibiarkan, tetapi harus disikapi dengan bijak. 

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Trigatra Bangun Bahasa dan membantu memantapkan ranah penggunaan bahasa, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menyelenggarakan Pemilihan Duta Bahasa Nasional. Dimulai dari tingkat provinsi hingga akhirnya dilakukan pemilihan pada tingkat nasional, Badan Bahasa memetakan, menyeleksi, dan memaksimalkan peran generasi muda yang memiliki beragam ide, gagasan, dan karya untuk mengampanyekan Trigatra Bangun Bahasa. Pemilihan Duta Bahasa adalah sebuah ajang pemilihan figur generasi muda yang selanjutnya diproyeksikan untuk menjaga dan memelihara muruah Sumpah Pemuda, terutama butir ketiga, yaitu menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Duta Bahasa merupakan generasi muda pembina dan penjaga yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pengutamaan dan pembinaan bahasa Indonesia dan pelestarian bahasa daerah. Duta Bahasa juga siap mengglobal dengan kemampuannya berbahasa asing.

Kata duta memang terdengar sederhana, namun teramat dalam maknanya. Seorang duta dituntut menjadi sosok yang dapat dijadikan anutan, pelopor, dan andal dalam menjalani tugas yang diembankan kepadanya. Duta Bahasa wajib menjalani peran sebagai anutan dan pelopor dalam memaknai dan menjiwai semangat Trigatra Bangun Bahasa. Titik keunggulan seorang Duta Bahasa adalah kemampuan untuk menjadi teladan yang baik dalam penggunaan dan pengutamaan bahasa Indonesia dalam keseharian, menjadi pelopor dalam upaya pelestarian bahasa daerah, dan penguasaan atas bahasa asing sebagai simbol kesiapan bersaing di tingkat global.

Sekali menjabat, seumur hidup menginspirasi. Tugas sebagai Duta Bahasa tidak hanya menggaungkan pentingnya Trigatra Bangun Bahasa. Selain harus bisa memaknai dan menjadi representasi dari Badan Bahasa untuk pengembangan, pelindungan, dan pembinaan bahasa, Duta Bahasa memiliki tugas sebagai jaga bahasa, abdi bahasa, dan niaga bahasa. Sebagai jaga bahasa, Duta Bahasa harus mampu mengampanyekan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam meningkatkan budaya literasi, Duta Bahasa mengambil peran sebagai abdi bahasa. Sebagai niaga bahasa, Duta Bahasa wajib menjadi bagian dalam penyelenggaraan edukasi kebahasaan dan kesastraan dalam bentuk produk niaga, kelas bahasa asing, seminar, atau pameran.

Untuk memaksimalkan peran dan fungsinya, setiap Duta Bahasa wajib menyusun dan menjalankan program atau kegiatan kebahasaan dan kesastraan yang lebih dikenal dengan krida. Krida merupakan bukti dan langkah awal seorang Duta Bahasa dalam memaksimalkan peran dan kontribusi dalam upaya pengembangan, pelindungan, dan pembinaan bahasa. Krida yang baik adalah krida yang sesuai dengan kompetensi dan adaptif bagi sasaran yang dituju. Krida juga harus memiliki manfaat yang luas dan berkesinambungan. 

Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang kaya akan budaya dan suku bangsa, termasuk bahasa dan sastra. Kalimantan Tengah, dengan 26 bahasa daerah, menjadi provinsi dengan bahasa daerah terbanyak kelima di Indonesia. Hal tersebut tentunya harus disyukuri, dijaga, dan dipelihara. Namun, pada kenyataannya banyak generasi muda yang tidak menguasai bahasa daerah. Globalisasi menyebabkan berbagai budaya dan bahasa baru yang berpotensi menjadi ancaman masuk dan mengintervensi secara bebas ruang-ruang dan ranah kebahasaan seseorang. 

Sesama bahasa daerah pun, ranah dan intensitas penggunaan bahasa-bahasa Dayak sebagai bahasa asli Kalimantan Tengah dapat dikatakan tidak seluas bahasa Banjar yang merupakan bahasa daerah dari provinsi tetangga. Bahasa Banjar dan bahasa Indonesia menjadi bahasa yang paling sering digunakan oleh kalangan generasi muda. Hal itu terbukti dari survei yang penulis lakukan. Di antara banyaknya penyebab punahnya bahasa daerah, salah satunya dikarenakan oleh para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya. Generasi muda pada zaman sekarang yang cenderung menggunakan bahasa asing menganggap bahasa daerah merupakan sesuatu yang kuno, usang, dan tidak membanggakan. Perlu ditanamkan rasa suka dan peduli terhadap bahasa daerah di sanubari setiap generasi muda agar tercipta rasa bangga dan cinta dalam berbahasa daerah.

Upaya revitalisasi bahasa daerah di Kalimantan Tengah, oleh karena itu, perlu dilakukan. Pada konteks yang luas, revitalisasi bahasa daerah tahun ini diarahkan kepada empat bahasa daerah Kalimantan Tengah, yaitu Dayak Ngaju, Dayak Maanyan, Melayu Dialek Kotawaringin, dan Ut Danum. Keempat bahasa tersebut sedang gencar-gencarnya diangkat dan dipromosikan. Pada konteks yang lebih spesifik, Duta Bahasa Kalimantan Tengah Tahun 2022 menggagas krida Pelihara Bahasa Bersama Jagau dan Bawi (Rajawi).

Rajawi adalah program yang diinisiasi sebagai upaya revitalisasi bahasa daerah dengan memanfaatkan digitalisasi. Krida Rajawi memanfaatkan media sosial, konten-konten yang mengangkat promosi, revitalisasi, dan pembelajaran bahasa daerah sebagai fokus utama terpajankan dengan cara yang menyenangkan. Generasi muda yang sangat akrab dengan gawai dan media sosial diharapkan mengenal lebih dalam, belajar, menguasai, dan menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Revitalisasi bahasa daerah melalui Rajawi diharapkan mampu merangkul lebih banyak generasi muda agar ikut berperan serta dalam pelestarian bahasa daerah. Rajawi siap menjadi program yang keberlanjutan dalam meningkatkan rasa cinta terhadap bahasa daerah bagi generasi muda di Kalimantan Tengah. Dari generasi muda untuk generasi muda. Salam literasi!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *