Shaka, Shaka, anak Ayah Bunda
Shaka, Shaka, yang selalu tertawa
Potongan lirik lagu Shaka di media sosial TikTok
Beberapa minggu lalu media sosial Tiktok sempat dihebohkan oleh banyaknya pengguna yang membuat berbagai video dengan sound di atas. Menggunakan latar suara serupa, dua orang dewasa terlihat sedang meninabobokan seorang anak. Setelah Minsob selidiki ternyata sound populer tersebut berasal dari pasangan selebritas Dinda Hauw dan Rey Mbayang. Keduanya baru saja dikaruniai anak pertama bernama Shaka. Dinda saat ini tidak hanya dikenal sebagai seorang Dinda Hauw (baca: artis), tetapi juga Bunda Shaka. Sang suami, Rey, disebut Ayah Shaka.
Sobat Bahasa, panggilan seperti Bunda Shaka atau Ayah Shaka merupakan fenomena kebahasaan yang sering kali kita temui. Format penamaannya secara umum adalah kata ayah atau ibu (atau yang memiliki arti serupa) ditambah nama anak. Selain digunakan sebagai nama panggilan dalam kehidupan sehari-hari, jika Sobat perhatikan, fenomena itu juga dipraktikkan dalam penamaan sebuah tempat usaha, misalnya warung makan.
Praktik pemberian nama seperti itu ternyata memiliki istilah kebahasaan khusus, yakni teknonimi. Teknonimi berasal dari bahasa Yunani τέκνον yang berarti anak dan ὄνομα yang berarti nama. Teknonimi bermakna budaya pemberian nama ayah atau ibu berdasarkan nama anaknya. Istilah itu pertama kali digunakan oleh seorang ahli antropologi Edward Burnett Tylor pada tahun 1889. Nama anak yang digunakan dalam teknonimi biasanya nama anak pertama. Praktik teknonimi bisa ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Sejarah dan fungsinya bisa ditemukan dengan mudah di negara-negara Asia.
Secara umum praktik teknonimi merupakan sebuah paradigma budaya yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut.
1.Budaya tabu
Beberapa kebudayaan menganggap menyebut langsung nama seseorang ketika berbicara bisa menimbulkan kecanggungan, memberi jarak, dan memberikan kesan yang tidak sopan.
2. Rekaman etnografis
Pada masyarakat Bali teknonimi bisa mengindikasikan status kekeluargaan. Teknonimi bisa menjadi klasifikasi pemersatu secara sosial di atas nama seorang anak. Hal itu juga bisa menghilangkan sifat ketidakdewasaan dan anggapan tidak memiliki anak.
3. Pembuat lapisan masyarakat
Teknonimi pada suku Dayak membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan: anak, orang tua, dan kakek atau nenek.
4. Simbol kelulusan
Teknonimi juga berfungsi sebagai simbol kelulusan dan memiliki arti selesainya suatu masa dalam kehidupan. Misalnya, seorang ayah akan habis masa “keorangtuaannya” jika memiliki cucu dan kemudian dipanggil sebagai kakek dari cucu tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa teknonimi merupakan sistem penamaan yang bisa menghasilkan informasi keturunan dan penunjuk kedudukan individu dalam tatanan sosial. Memanggil seseorang, bahkan menamai suatu tempat usaha berdasarkan nama anak, secara simbolis bisa menunjukkan betapa berharga dan dicintainya anak dalam sebuah keluarga.
Sumber:
Bloch, Maurice. (2006). “Teknonymy and the evocation of the ‘social’ among the Zafimaniry of Madagascar”. In vom Bruck, Gabriele and Bodenhorn, Barbara, (eds.) An Anthropology of names and naming. Cambridge University Press, Cambridge, UK, pp 97-114.
Geertz, Hildred; Geertz, Clifford (1964). “Teknonymy in Bali: Parenthood, Age-Grading and Genealogical Amnesia”. The Journal of the Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland. 94 (2): 94–108. JSTOR 2844376
Sumber gambar:
https://restaurantguru.com/Soto-Banjar-Banjar-Abah-Nisa-Palangkaraya diakses pada 11 Oktober 2021
https://www.tiktok.com/@reymbayang/video/7001395015054331162 diakses pada 11 Oktober 2021